TEMPAT ILMU

Selasa, 23 Juni 2020

Juni 23, 2020

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN



A. Pengertian

        Sistem Informasi Manajemen adalah suatu sistem perencanaan di dalam perusahaan yang melibatkan pengendalian internal seperti pemanfaatan sumber daya, dokumen, teknologi, dan akuntansi manajemen sebagai salah satu strategi dalam bisnis.


B. Tujuan SIM

        Pengumpulan data dapat menyediakan informasi yang bisa mendukung pengambilan keputusan. Informasi berguna dalam perencanaan, pengendalian, evaluasi dan juga perbaikan lanjutan. Sistem informasi bisa dipergunakan sebagai dasar untuk perhitungan harga produk, jasa maupun untuk tujuan lainnya sesuai yang diinginkan manajemen.


C. Fungsi SIM
        Management information system memiliki fungsi utama yang harus bermanfaat dalam operasional suatu organisasi, diantarannya:
  1. Mempermudah manajer untuk merencanakan, mengawasi, mengarahkan dan mendelegasikan pekerjaan kepada semua anggota tim melalui hubungan satu komando atau koordinasi.
  2. Data yang tersaji menjadi lebih efektif dan efisien serta lebih akurat dan tepat waktu.
  3. Dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas namun menurunkan biaya organisasi.
  4. Melalui sistem kerja yang terkoordinir dengan baik dan sistematis dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Contoh penerapan sistem informasi dalam perusahaan :
1. Enterprise Resource Planning (ERP)
        Perusahaan menggunakan sistem ERP untuk mengelola dan melakukan pengawasan yang saling terintegrasi pada unit bidang kerja accounting, keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, operasional dan pengelolaan persediaan.

2. Supply Chain Management (SCM) 
        Seperti namanya, Supply Chain Management bergerak untuk menyajikan data-data secara terintegrasi terkait suplai bahan baku, seperti pemasok, produsen, pengecer hingga ke konsumen terakhir.

3.Transaction Processing System (TPS) 
        Sebuah program yang berguna untuk proses dalam jumlah yang besar dan terjadi secara rutin. Biasanya diaplikasikan pada manajemen gaji dan investaris.

4.Office Automation System (OAS) 
        OAS paling sering diterapkan, baik pada perusahaan besar maupun kecil yang berguna untuk melancarkan sistem informasi melalui pengintegrasian server-server komputer dalam internal perusahaan.

5. Informastic Management System (IMS) 
        IMS berguna untuk mendukung spektrum tugas-tugas di dalam perusahaan dan bisa digunakan untuk membantu pengambilan keputusan. Dalam penerapannya, beberapa fungsi informasi disatukan melalui program komputerisasi seperti e-procurement.

''Pada intinya, sistem informasi manajemen adalah upaya perusahaan untuk saling berkoordinasi melalui suatu sistem komputer yang dirangkai sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk mengumpulkan data-data dan informasi secara lebih efisien''.,

Selasa, 30 Januari 2018

Januari 30, 2018

Etika Bisnis Dalam Ekonomi Islam

PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG

Salah satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis. Pengertian etika adalah acode or set of principles which people live (kaedah atau seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia).

Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang nilai, norma atau moralitas. Dengan demikian, moral berbeda dengan etika. Norma adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan buruk, sedangkan etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk apa alasan pikirannya, merupakan lapangan etika.

Pada dasarnya etika (nilai-nilai dasar) dalam bisnis berfungsi untuk menolong pebisnis (dalam hal ini pedagang) untuk memecahkan problem-problem (moral) dalam praktek bisnis merek.

Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental kapitalisnya, mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana ilmu ekonomi?. Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free). Etika bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.

Pada tahun 1990-an Paul Ormerof, seorang ekonom kritis Inggris menerbitkan bukunya yang amat menghebohkan “The Death of Economics", Ilmu Ekonomi sudah menemui ajalnya. (Ormerof,1994). Tidak sedikit pula pakar ekonomi telah menyadari makin tipisnya kesadaran moral dalam kehidupan ekonomi dan bisnis modern.

Amitas Etzioni menghasilkan karya; The Moral dimension: Toward a New Economics(1988). Berbagai buku etika bisnis dan dimensi moral dalam ilmu ekonomi semakin banyak bermunculnan.

Contoh kecil kesadaran itu terlihat pada sikap para pakar ekonomi kapitalis Barat yang telah merasakan implikasi keburukan strategi spekulasi yang amat riskan mengusulkan untuk membuat kebijakan dalam memerangi spekulasi.

Prof. Lerner dalam buku “Economics of Control”, mengemukakan bahwa “kejahatan spekulasi yang agressif, paling baik bila dicegah dengan kontra spekulasi. Mereka tampaknya belum berhasil menyelesaikan krisis tersebut, meskipun mereka menanganinya dengan serius”.

Mungkin karena itulah Prof. Taussiq berusaha memecahkan masalah ini dengan memperbaiki moral rakyat. Ia dengan lantang berkomentar, “Obat paling mujarab, bagi kerusakan dunia bisnis adalah norma moral yang baik untuk semua industri”.

Pandangan-pandangan di atas menunjukkan, bahwa di Barat telah muncul kesadaran baru tentang pentingnya dimensi etika memasuki lapangan bisnis.

B. DEFINISI ETIKA

Secara etimologi, Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani ethikos mempunyai beragam arti : pertama, sebagai analisis konsep-konsep terhadap apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung jawab dan lain-lain. Kedua, aplikasi ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, aktualisasi kehidupan yang baik secara moral.

Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian juga; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk. 

C. DEFINISI BISNIS
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai’, tadayantum, dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).

Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi gharib al-Qur’an , at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.

Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib , fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.

Dalam penggunaannya kata tijarah pada ayat-ayat di atas terdapat dua macam pemahaman. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat Al-Baqarah ; 282. Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian umum.

Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis dalam Al-Qur’an dari tijarah pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan mencari keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan kualitas.

Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan semata manusia tetapi juga dilakukan antara manusia dengan Allah swt, bahwa bisnis harus dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan, dan kebohongan hanya demi memperoleh keuntungan.

Dalam hal ini, ada dua definisi tentang pengertian perdagangan, dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu menurut mufassir dan ilmu fikih:

1. Menurut Mufassir, Bisnis adalah pengelolaan modal untuk mendapatkan keuntungan.

2. Menurut Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya penggantian.

3. Menurut cara yang diperbolehkan penjelasan dari pengertian diatas :

a. Perdagangan adalah suatu bagian muamalat yang berbentuk transaksi antara seorang dengan orang lain.

b. Transaksi perdagangan itu dilaksanakan dalam bentuk jual beli yang diwujudkan dalam bentuk ijab dan qabul.

c. Perdagangan yang dilaksanakan bertujuan atau dengan motif untuk mencari keuntungan.


D. DEFINISI ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan kalau etika sebagai perangkat prinsip moral yang membedakan apa yang benar dari apa yang salah, sedangkan bisnis adalah suatu serangkaian peristiwa yang melibatkan pelaku bisnis, maka etika diperlukan dalam bisnis.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis adalah norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.

Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis. Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis.

Dengan demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat, Negara dan Allah swt.

E. DASAR HUKUM
1. Al Baqarah : 282

Yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.

2. An Nisa' : 29

Yang artinya :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan


3. At Taubah : 24

Yang artinya: Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

4. An Nur : 37

Yang artinya : laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.

5. As Shaff : 10

Yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?.




PEMBAHASAN MASALAH

A. TUJUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM


Dalam hal ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :

1. Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.

2. Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.

3. Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.

4. Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja.

5. Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.

B. PANDUAN RASULULLAH DALAM ETIKA BISNIS

Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:

1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.

2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.

3. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.

4. Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).

5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).

6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).

7. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.

8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).

9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.

10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.

11. Tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.

12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.

13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).

14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).

15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).

16. Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).

17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan(QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.



C. TEORI DAN SISTEMATIKA ETIKA BISNIS
Sistem etika Islam secara umum memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika barat. Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang berubah-ubah dan bersifat sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan.

Lahirnya pemikiran etika biasanya didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran agama kepada model etika di Barat justru menciptakan ekstremitas baru dimana cenderung merenggut manusia dan keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang sangat mengemukakan rasionalisme dan keduniawian.

Sedangkan dalam Islam mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya. Kehidupan totalitas duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu Al-Qur'an dan Hadis.

1. Etika Dalam Perspektif Barat

Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :

a. Teleologi

Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua konsep yakni : Pertama, konsepUtility (manfaat) yang kemudian disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.

Dan kedua, teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice) atau keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.

Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota masyarakat.

b. Deontologi

Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan "hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.

Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan.

Kedua, Hukum Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.

c. Hybrid

Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :

· Personal Libertarianism

Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.

· Ethical Egoism

Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.

· Existentialism

Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.

· Relativism

Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara.

· Teori Hak (right)

Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.

2. Etika dalam Perpektif Islam

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan "Akal" sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan "Al-Qur'an" sebagai dasar kebenaran.

Berbagai teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :

a. Teleologi Utilitarian dalam Islam adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.

b. Distributive Justice dalam Islam adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.

c. Deontologi dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.

d. Eternal Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.

e. Relativisme dalam Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.

f. Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.

D. KETENTUAN UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM

1. Kesatuan (Tauhid/Unity)

Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.

Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.

2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.

Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.

واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35).

Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.

3. Kehendak Bebas (Free Will)

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.

Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.

4. Tanggungjawab (Responsibility)

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.

5. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran

Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.

Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.

E. TINGKATAN APLIKASI ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Adapun penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual, organisasi, dan sistem. Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Kedua, pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat kepada kebijakan perusahaan dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Ketiga, pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu.

Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religiusitas hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam berbisnis. Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.



PENUTUP

Kesimpu

Etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis.

Prinsip ekonomi, menurut para pebisnis dan para konglomerat adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menggunakan etika bisnis yang ada.

Panduan Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan dalam berbisnis

:1. Prinsip essensial dalam bisnis adalah kejujuran

2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis

3. Tidak melakukan sumpah palsu

4. Ramah tamah

5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.

Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.

Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI. 1985

Ahmad, Mustaq Etika Bisnis dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar)2001

Badroen, Faishal dkk. Etika Bisnis Dalam Islam,(Jakarta : Kencana) 2007

Basyir, Ahmad Azhar. Asas-Asas Hukum Mu`amalat.(Yogyakarta : UII Press) 2000

Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Ekonomi Makro, (Jakarta: IIIT Indonesia)2002

Karim, M. Rusli Berbagai Aspek Ekonomi Islam, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana)1992

Raharjo, M. Dawam Etika Bisnis Menghadapi Globalisasi. (Jakarta : LP3ES)1995

Rakhmat, Jalaluddin. Konsep Konsep Anthropolgis, dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina)1994

Suseno, Franz Magnis. Etika Bisnis : dasar Dan Aplikasinya, (Jakarta : Gramedia)1994

Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi.(Jakarta: LP3ES)1982

Zubair, Achmad Charris. Kuliah Etika, (Jakarta : Rajawali Press)1995



Senin, 29 Januari 2018

Januari 29, 2018

Kas Dan Pengendalianya

A. Sifat kas dan pentingnya pengendalian internal kas
       Umumnya perusahaan membagi Kas dalam 2 kelompok:
       Kas di tangan (cash on hand)
       Kas di Bank (cash in bank)
       Umumnya perusahaan tidak hanya memiliki satu rekening bank, tetapi beberapa dalam saat yang bersamaan.
       Kas merupakan aset paling lancar / likuid, karenanya paling mudah untuk dicuri, dimanipulasi, dan diselewengkan.
       Untuk mengamankan kas dan menjamin keakuratan penyajian atas catatan akuntansi kas, maka pengendalian intern yang efektif atas kas mutlak diperlukan.

B. Pengendalian internal atas penerimaan kas
       Hanya karyawan tertentu saja yang secara khusus ditugaskan untuk menangani penerimaan kas.
       Adanya pemisahan tugas antara individu yang menerima kas dengan individu yang melakukan pencatatan dan menyimpan kas.
       Setiap transaksi penerimaan kas harus didukung dokumen (sebagai bukti transaksi), seperti slip berita pembayaran, bukti kas masuk, struk (dalam kasus penerimaan uang melalui konter penjualan), dan salinan bukti setor uang tunai ke bank.
       Uang kas yang diterima dari hasil penjualan harian atau hasil penagihan piutang harus disetor ke bank setiap hari oleh bagian Kasir.
       Adanya pengecekan independen atau verifikasi internal. Supervisor melakukan verifikasi jumlah penerimaan kas harian yang dihasilkan operator mesin register kas dengan cara mencocokkan antara total catatan register kas dengan total fisik uang kas aktual. Sementara bagian keuangan juga akan memverifikasi kebenaran jumlah penerimaan kas harian ini dengan cara membandingkan antara salinan lembar ke dua dari ringkasan total penerimaan kas harian dengan salinan bukti setor ke bank.
       Mengikat karyawan yang menangani penerimaan kas dengan uang pertanggungan.

C. Pengendalian internal atas pengeluaran kas
       Hanya karyawan/pejabat tertentu saja yang secara khusus memiliki otorisasi untuk menandatangani cek (biasanya manajer keuangan).
       Adanya pemisahan tugas antara individu yang menyetujui pembayaran kas, mengeluarkan kas (melakukan pembayaran) dan individu yang melakukan pencatatan pengeluaran kas.
       Cek harus bernomor urut tercetak, dan setiap cek harus selalu dilampiri bukti tagihan.
       Simpan blanko cek yang belum terpakai di tempat aman, dan hanya satu orang saja yang ditunjuk atau memiliki akses untuk itu.
       Adanya pengecekan independen atau verifikasi internal, dengan cara membandingkan cek dengan bukti tagihan dan cocokkan dengan laporan bank atau rekening koran bulanan.
       Faktur tagihan yang telah dibayar lunas harus segera diberi stempel “Lunas”/”Paid”.
       Adanya pemisahan tugas / fungsi antara bagian yang melakukan pembelian dengan yang melakukan pembayaran (pengeluaran kas).
       Dibentuknya dana kas kecil (patty cash fund) untuk pengeluaran-pengeluaran tertentu yang jumlahnya relatif kecil.

D. Rekonsiliasi bank
       Umumnya perusahaan membagi Kas dalam 2 kelompok:
       Kas di tangan (cash on hand)
       Kas di Bank (cash in bank)
       Dengan dimilikinya rekening bank akan memungkinkan pencatatan berganda atas seluruh transaksi perusahaan melalui bank, yang artinya bahwa transaksi akan dicatat, baik oleh pihak perusahaan maupun pihak bank.
       Setiap bulannya, perusahaan akan menerima Rekening Koran, dan akan mencocokkan saldo rekeningnya, yaitu antara saldo menurut catatan perusahaan (depositor’s records / balance per books) dengan catatan menurut bank (Bank Statement / Balance per bank)

E. Rekonsiliasi bank (Lanjutan)
       Mungkin sekali terjadi perbedaan antara catatan perusahaan dengan catatan bank.
       Karenanya dilakukan rekonsiliasi 2 (dua) kolom untuk menetapkan atau mendapatkan saldo akhir cash in bank yang benar dan sesungguhnya.
       Rekonsiliasi 2 kolom, tampilan laporannya akan dibagi menjadi dua bagian (sisi).
Ø  Sisi pertama memuat rincian koreksi atas saldo akhir cash in bank menurut catatan bank
Ø  Sisi kedua memuat rincian koreksi atas saldo akhir cash in bank menurut catatan perusahaan

F. Beberapa penyebab timbulnya perbedaan saldo menurut perusahaan dengan rekening koran
  1. Deposit in Transit (setoran dalam perjalanan)
    • Setoran yang telah dicatat perusahaan sebagai penambah saldo cash in bank, tetapi belum masuk dalam catatan rekening koran bank.
    • Setoran dalam perjalanan sifatnya akan mengoreksi (menambah) besar saldo menurut catatan bank / rekening koran.
  2. Outstanding checks (cek yang masih beredar)
    • Perusahaan sudah mengeluarkan cek untuk pembayaran kepada supplier, namun sampai akhir bulan supplier belum mencairkannya ke bank, sehingga bank belum mencatatnya.
    • Cek yang masih beredar sifatnya mengurangi saldo menurut catatan bank / rekening koran.
  1. Not Sufficient Fund Check (Cek yang tidak cukup dana)
    • Perusahaan menerima cek pembayaran dari pelanggan, namun ketika akan dicairkan ke bank tidak bisa karena dana tidak mencukupi / cek kosong.
    • Cek kosong sifatnya akan mengoreksi (mengurangi) besar saldo menurut catatan perusahaan.
  2. Notes plus Interest Collected by Bank (penagihan piutang wesel serta bunganya lewat Bank) yang belum dicatat dalam pembukuan perusahaan
    • Piutang wesel telah ditagih oleh Bank, dan perusahaan baru mengetahuinya awal bulan berikutnya setelah menerima rekening koran.
    • Hal ini sifatnya menambah saldo menurut catatan perusahaan.
  3. Interest Income (Bunga bank atas saldo rekening perusahaan) yang belum dicatat perusahaan.
    • Perusahaan baru akan mengetahuinya setelah menerima rekening koran.
    • Interest Income sifatnya akan menambah besar saldo menurut catatan perusahaan.
  4. Bank Service Charge (Biaya Jasa Bank) yang belum dicatat perusahaan
    • Seperti biaya administrasi, biaya kliring, biaya penagihan piutang via bank, biaya cetak buku cek, dll. Perusahaan baru akan mengetahuinya setelah menerima rekening koran.
    • Hal ini sifatnya mengurangi saldo menurut catatan perusahaan.
  5. Error in Recording (kesalahan dalam pencatatan).
    • Kesalahan dapat saja dilakukan pihak perusahaan atau bank.
    • Perusahaan hanya akan membuat jurnal koreksi jika kesalahan dilakukan perusahaan
    • Apakah sifatnya akan menambah atau mengurangi besar saldo menurut catatan perusahaan tergantung pada kasus kesalahannya.
G. Ilustrasi Rekonsiliasi bank
(Sumber:  Hery, SE., M.Si., Akuntansi Dasar 1 dan 2, Grasindo)
       PT. Kencana Mulia telah mengumpulkan data sebagai berikut untuk menyusun Rekonsiliasi Bank per tanggal 31 Juli 2008:
a.       Saldo menurut perusahaan Rp 25.100.000,- sedangkan saldo menurut bank adalah Rp 24.900.000,-
b.      Bank telah menagih untuk PT. Kencana Mulia sebuah wesel tagih berikut bunganya sebesar Rp 4.700.000. Nilai nominal wesel tersebut Rp 4.500.000. Dalam hal ini bank membebankan biaya penagihan sebesar Rp 50.000 kepada PT. Kencana Mulia.
c.       Setoran uang pada tanggal 31 Juli 2008 sebesar Rp 7.498.400 belum tampak dalam Rekening Koran bank bulan Juli 2008.
d.      Bank telah keliru membebankan pengeluaran cek PT. Kencana Mula sebesar Rp 401.600,- ke dalam rekening PT. Kencana Mulia
e.      Cek yang telah dikeluarkan perusahaan tetapi belum juga dicairkan oleh supplier sampai akhir Juli 2008 sebesar Rp 8.800.000,-.
f.        Pembayaran utang kepada kreditur sebesar Rp 825.000,- telah keliru dicatat dalam pembukuan perusahaan. Bagian akuntansi PT. Kencana Mulia mencatat akun kas di sebelah debet dan akun utang di sebelah kredit dalam jurnal.
g.       Cek dari pelanggan yaitu PT. Lonely Green Rp 4.228.000,- ditolak oleh bank karena tidak ada dananya.
    1. Penerimaan uang sebagai hasil dari penagihan ke pelanggan sebesar Rp 797.600,- telah keliru dicatat oleh bagian akuntansi perusahaan sebesar Rp 779.600,-
    2. Bank telah membebankan biaya administrasi Rp 120.000,- ke dalam rekening perusahaan, hal ini belum dicatat perusahaan
    3. Bank telah mengkredit rekening perusahaan untuk jasa giro bulan Juli 2008 sebesar Rp 230.000,- hal ini belum dicatat perusahaan
Diminta:
       Buatlah rekonsiliasi saldo bank dan saldo buku per tanggal 31 Juli 2008
       Buatlah jurnal koreksi yang diperlukan










F. Dana kas kecil (Patty cash fund)
       Untuk pembayaran-pembayaran yang jumlahnya relatif kecil namun seringkali terjadi
       Dibentuk dengan cara mengestimasi terlebih dahulu jumlah kas yang dibutuhkan untuk pembayaran-pembayaran selama interval periode waktu tertentu, misalnya mingguan atau bulanan.
       Kebanyakan dana kas kecil dibentuk atas dasar jumlah yang tetap (imprest fund system)
       Setiap kali kas kecil dibayarkan/digunakan, harus dicatat rincian pembayaran dalam masing-masing formulir penerimaan kas kecil (petty cash receipt) dan seluruh dokumen pendukung (seperti faktur tagihan, dll) harus dilampirkan bersama dengan formulir penerimaan kas kecil.
       Permintaan pengisian kembali dana kas kecil sebesar jumlah kas kecil yang telah dibayarkan seperti tercantum dalam formulir penerimaan kas kecil (petty cash receipt) dan seluruh dokumen pendukung harus distempel “LUNAS”.
       Ketika dana kas kecil diisi kembali, seluruh akun yang telah dibebankan akan didebet dan mengkredit akun kas